Berita9.com - Annas Maamun mendapatkan grasi berupa pengurangan masa hukuman dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Grasi itu diajukan mantan Gubernur Riau itu dengan alasan kesehatan.
"Berikut alasan pemohon Annas Maamun mengajukan grasi dengan alasan kepentingan kemanusiaan, berdasarkan Permenkumham Nomor 49 Tahun 2019 tentang tata cara permohonan grasi. Pertimbangannya adalah berusia di atas 70 tahun, saat ini yang bersangkutan usia 78 tahun dan menderita sakit berkepanjangan," ungkap Kabag Humas Ditjen Pas Kemenkum HAM Ade Kusmanto, (26/11).
Terkait hal tersebut, anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Nasir Djamil menyayangkan pemberian grasi ke Mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang merupakan narapidana kasus korupsi. Nasir mempertanyakan dasar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi tersebut.
"Saya tidak mengerti alasan kemanusiaan yang disebutkan oleh presiden saat memberikan grasi kepada Annas Maamun. Kalau memang sakitnya parah, tentu bisa dialihkan pidana kurungan badannya di rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas dan tenaga dokter ahli. Saya khawatir, Presiden Jokowi tidak paham maksud dan filosofi pemberian grasi," kata Nasir, (26/11).
Nasir meragukan pengetahuan Jokowi terkait definisi grasi. Dia berharap ada perbaikan dalam undang-undang pemberian grasi agar dapat lebih selektif. Menurut Nasir, separah apa sakit Annas Maamun sehingga tidak mampu lagi menjalani hukuman.
"Jangan-jangan Presiden tidak sadar bahwa yang akan diberi grasi itu adalah terpidana korupsi. Saya berharap agar ada perbaikan terhadap UU grasi. Sehingga pemberian grasi lebih selektif dan objektif serta tidak obral grasi," jelas Nasir.
Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku kaget dengan pemberian grasi terhadap mantan Gubernur Riau itu.
"Kami cukup kaget ketika mendengar informasi pemberian grasi terhadap Annas Maamun yang justru terlibat dalam sejumlah perkara korupsi yang ditangani KPK," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, (26/11).
Febri mengatakan salah satu kasus korupsi yang dilakukan Annas terkait sektor kehutanan, yakni dugaan suap revisi alih fungsi hutan di Riau. Padahal, menurut Febri, korupsi di sektor kehutanan ini memiliki dampak besar terhadap lingkungan.
"Perlu kita pahami, korupsi yang terjadi di sektor kehutanan memiliki akibat yang lebih besar terhadap hutan itu sendiri, lingkungan dan kepentingan publik untuk lingkungan yang sehat," ujarnya.
Terlebih, menurut Febri, berdasarkan kajian KPK di bidang pencegahan, terdapat 3 temuan masalah di sektor kehutanan yang membuka celah korupsi. Berikut ini rinciannya:
"Kami cukup kaget ketika mendengar informasi pemberian grasi terhadap Annas Maamun yang justru terlibat dalam sejumlah perkara korupsi yang ditangani KPK," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, (26/11).
Febri mengatakan salah satu kasus korupsi yang dilakukan Annas terkait sektor kehutanan, yakni dugaan suap revisi alih fungsi hutan di Riau. Padahal, menurut Febri, korupsi di sektor kehutanan ini memiliki dampak besar terhadap lingkungan.
"Perlu kita pahami, korupsi yang terjadi di sektor kehutanan memiliki akibat yang lebih besar terhadap hutan itu sendiri, lingkungan dan kepentingan publik untuk lingkungan yang sehat," ujarnya.
Terlebih, menurut Febri, berdasarkan kajian KPK di bidang pencegahan, terdapat 3 temuan masalah di sektor kehutanan yang membuka celah korupsi. Berikut ini rinciannya:
- Ketidakpastian status kawasan hutan - legal but not legitimate
(Penetapan baru 68,29 persen dari 125,9 juta ha (KLHK, 2017) - penetapan belum bisa menjadi jalan penyelesaian konflik)
- Perizinan SDA rentan suap atau pemerasan
- Perizinan SDA rentan suap atau pemerasan
Terhitung untuk satu izin HPH/HTI besar potensi transaksi koruptif berkisar antara 688 juta hingga 22,6 miliar rupiah setiap tahun (KPK, 2013)
- Nilai manfaat SDA tidak sampai ke masyarakat.
- Nilai manfaat SDA tidak sampai ke masyarakat.
Ketimpangan pengelolaan hutan oleh kepentingan skala besar. Hanya 3,18 persen yang dialokasikan untuk skala kecil. Di sisi lain, Febri mengungkapkan pengembangan perkara terkait Annas.
Pada 29 Maret 2019, KPK menetapkan 3 tersangka baru yang terdiri atas sebuah korporasi dan dua perseorangan, yaitu:
a. PT Palma Satu
b. Suheri Terta selaku Legal Manager PT Duta Palma Group tahun 2014
c. Surya Darmadi selaku pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma
b. Suheri Terta selaku Legal Manager PT Duta Palma Group tahun 2014
c. Surya Darmadi selaku pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma
(*)